Sampai saat ini umat manusia masih terkesima dengan teori Big Bang, sebuah teori penciptaan alam
semesta yang berawal dari ledakan besar suatu zat yang sangat mampat yang
volumenya dapat diumpamakan sebagai satu titik. Teori ini untuk sementara cukup menyenangkan
kalangan agama, karena dengan demikian terdapat penciptaan awal yang sudah
tentu melibatkan peran Tuhan Yang Maha Pencipta. Namun sebenarnya teori Big Bang itu sendiri
masih banyak menimbulkan permasalahan baru yang belum juga terpecahkan, oleh
sebab itu kebenarannya masih sangat relative, dan waktu jualah yang akan
membuktikannya.
Tanda-tanda bahwa teori Big Bang harus direvisi juga mulai
muncul dari hasil eksperimen . Ssebagaimana
diberitakan Jawa Pos tanggal 3 Mei 2005 dan Sinar Harapan 20 April 2005, para ilmuwan lembaga penelitian Relativistic Heavy Ion Collider (RHIC)
di laboratorium nasional Brookhaven, Long Island, New York, menyimpulkan
bahwa kemungkinan jagad raya ini pada
mulanya terdiri dari cairan.
Terakhir hasil tembakan wahana Deep Impact terhadap komet Tempel
1 membantu para astronom untuk mengetahui bahan-bahan pembentuk tata
surya. Sebab, komet tersebut
diperkirakan berisi material yang relatif tidak berubah sejak terbentuknya tata
surya sekitar 4,6 miliar tahun lalu. Data dari teleskop Spitzer Space
memperlihatkan bahan-bahan yang diduga tersebut.
Meskipun demikian, temuan lainnya tak kalah mengejutkan.
Dengan mengamati tumbukan tersebut menggunakan spektrometer inframerah, Spitzer menunjukkan bahwa komet Tempel 1
mengandung tanah liat, kapur, dan hidrokarbon di samping bahan-bahan
lainnya.Ilmuwan Spitzer Carey Lisse
dari John Hopkins University, AS
mempresentasikan hasilnya dalam pertemuan American
Astronomical Society’s Division of Planetary Sciences di Cambridge,
Inggris.
Sebelumnya, Deep Impact berhasil menembakkan proyektil
seberat 372 kilogram pada komet Tempel 1 pada Juli. Tembakan terhadap permukaan
komet menghasilkan serpihan-serpihan debu, gas, dan es dalam jumlah besar.
Komet diduga telah melalui perjalanan panjang mengarungi alam semesta, tersusun
dari material murni yang tidak berubah sejak terbentuknya sistem tata surya.
Selain itu, komet diperkirakan memasok zat-zat kimia yang dibutuhkan oleh
kehidupan di Bumi. Dengan menganalisis material yang keluar dari komet Tempel
1, para ilmuwan berharap dapat mempelajari lebih banyak tentang bagaimana
terbentuknya sistem tata surya dan kehidupan di Bumi.
Menurut Dr. Lisse, kehadiran kapur dan tanah liat adalah
rahasianya karena menunjukkan karakter tata surya saat terbentuk. Substansi ini
hanya dapat terbentuk jika ada air.
Jadi, jika material di dalam komet Tempel 1 relatif murni, maka sistem tata
surya seperti adonan besar berbagai zat termasuk bahan pembentuk planet.
"Tanpa diduga,
material ini sangat rapuh," kata Dr. Mike A’Hearn, penyelidik prinsip misi
Deep Impact. "Anda dapat dengan mudah mengambilnya seperti mengeruk salju
terbaik untuk berski, hanya saja kali ini debu," tambahnya. Berbagai pecahannya
memiliki ikatan yang lemah sehingga dapat dipecah menjadi bagian-bagian baik
kecil maupun besar.
Dari dua eksperimen
tersebut, yang satu berlangsung di laboratorium dan satu lagi berlangsung di
alam semesta, terdapat indikasi bahwa pada awal penciptaan terdapat unsure cairan atau adonan. Bila hal itu benar, maka teori Big Bang
perlu mendapat revisi, karena sudah terlanjut awal penciptaan dimulai adanya ledakan
besar suatu zat / gas yang sangat mampat.
Penciptaan menurut Islam
Dalam ajaran Islam baik di dalam Al Qur’an, al Hadits dan
bahkan riwayat-riwayat ternyata banyak yang mengisahkian tentang penciptaan
alam semesta. Memang harus diakui
ayat-ayat itu tidak ditempatkan pada suatu rangkaian yang berurutan sehingga
mudah ditemukan. Ayat-ayat tentang
langit dan bumi tersebar di berbagai surat,
dan selalu dikaitkan dengan berbagai aspek kehidupan lainnya. Kadang kala untuk mengingatkan orang-orang
kafir, namun ada pula sebagai bagian
dari tanda-tanda orang beriman dan berakal.
Salah satu ayat yang terkait dengan penciptaan awal adalah
Al Qur’an S al Anbiya : 30 ; yang artinya : “Dan
apakah orang-orang kafir tidak mengetahui, bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahkan antara ke duanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang
hidup, maka mengapakah mereka tiada juga beriman.”
Pada awal penciptaan dimulai dengan adanya suatu zat juga
didukung oleh sebuah hadits, yang dalam Ringkasan Sahih Al Bukhari terdapat
pada hadits nomor 1349 yang tertulis :
Diriwayatkan dari (‘Imran bin Hushain) r.a.: Nabi Saw pernah
bersabda, “Suatu ketika tidak ada sesuatu
pun kecuali Allah, sedangkan Singgasana-Nya berada di atas air, Dia tuliskan
segala sesuatu dalam sebuah Kitab, dan menciptakan langit dan bumi.’
Redaksi hadits tersebut masih berlanjut namun Hushain diriwayatkan tidak bisa lagi mengikuti
penjelasan Rasul karena mengejar untanya yang kabur. Mungkin Allah menghendaki
teka-teki alam semesta ini tetap menjadi misterius.
Berdasarkan informasi ayat Qur’an dan Hadits di atas, maka
sebelum Allah menciptakan alam semesta, maka terlebih dahulu menciptakan suatu
zat yang padu namun bersifat cair.
Dengan demikian pengertian langit dan bumi itu keduanya adalah suatu
yang padu, memang benar-benar masih berupa bahan alam semesta, dan hanya karena kehendak Allah sebagaimana telah
dituliskan dalam sebuah Kitab, maka langit dan bumi itu dipisahkan.
Dalam menyikapi informasi penciptaan awal ini, kiranya perlu
berhati-hati; karena selama ini kita cenderung mengikuti pandangan bahwa
penciptaan itu dimulai dari ketiadaan.
Pernyataan ketiadaan mengarahkan persepsi kita yang ada saat itu adalah
ruang yang kosong, hampa, barulah kemudian
terjadi proses penciptaan. Ada yang mengikuti teori
Big Bang, namun tidak sedikit yang menganut paham bahwa alam semesta sudah ada
sejak dulu, tidak berawal dan tidak berakhir.
Akan tetapi umat Islam sudah tentu harus berpegang kepada
ajaran Qur’an , karena sudah menjadi bagian dari rukun iman, yakni iman kepada
kitab Allah. Perubahan pandangan harus kita lakukan, karena ternyata alam
semesta dimulai dari tersedianya bahan yang bersifat cair. Lalu bila ada yang bertanya dimana tempat
kedudukan bahan cair tersebut, maka jelaslah berada di dalam ruang yang sangat
luas yang dibatasi oleh Arsy. Dengan
demikianlah jelaslah belum terjadi ruang kosong, sebagaimana kita memandang
langit saat ini.
Proses penciptaan
Dalam membayangkan penciptaan alam semesta, mungkin dapat
diilustrasikan dengan kita menyelam kedalam sebuah samudera yang airnya atas
kehendak Allah di beri kemampuan untuk melaksanakan kehendaknya sebagaimana
telah ditulis dalam sebuah Kitab. Zat
cair tersebut sudah tentu memiliki kemampuan untuk memampatkan diri dan bisa
pula membentuk wujud-wujud yang dikehendaki Allah. Inilah prinsip awal penciptaan bahwa zat
cair bahan alam semesta itu sudah diwahyukan memiliki kemampuan self building,
self maintenance, sejak awal sampai nanti membentuk alam akhirat. Pandangan seperti ini merupakan bukti pengakuan kita kepada Allah
yang Maha Pencipta, namun apabila para ilmuwan
masih menganggap sebagai causal final dan tidak mau menerima, maka
sangat sulit orang beriman untuk mengingatkannya.
Kerapatan sesungguhnya dari jagad raya masih belum diketahui. Jika hanya menggunakan total materi yang tampak (dapat diamati) didapat angka 0,2 atom/meter kubik. Ternyata dengan jumlah galaksi lebih dari 210.000 galaksi, jika disebar merata, semesta yang kita huni ini ibarat ruang hampa yang amat sempurna.
Banyak kosmolog yang percaya, materi pengisi semesta mestinya lebih banyak dari yang dapat dilihat teleskop. Tambahan lagi banyak fenomena semesta yang memperlihatkan adanya materi kasat mata (tak tampak). Sebagai contoh, kecepatan rotasi galaksi di sekitar galaksi kita (Bima Sakti). Mereka ternyata berotasi terlalu cepat dibandingkan dengan jumlah materi yang terlihat. Dengan kata lain, kalau saja materi pembentuk galaksi hanya yang terlihat di teleskop, sudah lama galaksi tersebut berantakan, karena berotasi terlalu cepat dibanding bobot yang dimiliki. Berdasar laju rotasi galaksi ini, banyak ilmuwan yang berkesimpulan, lebih dari 90% materi pembentuk galaksi, terbentuk dari sesuatu yang tidak terlihat. Meski berpengaruh besar tetapi tidak tampak. Materi inilah yang disebut dengan julukan Dark Matter.
Berdasarkan informasi
dari hasil pengamatan ilmuwan, maka dapat dipastikan ledakan besar dari satu
titik pemampatan tidaklah mungkin, karena akan menghasilkan alam semesta yang
padat, yang tidak memungkinkan terjadi kehidupan. Kita harus mencari alternative atau
possibility lain dan untuk itu akan lebih mudah jika kita mengetahui struktur alam semesta, yang Insyaallah akan
dibahas pada tulisan selanjutnya. Setelah itu tahapan penciptaan akan menjadi
semakin mudah dipahami dan diharapkan dapat memecahkan berbagai teka-teki
ilmiah selama ini.
Wallahu alam bishawab .