Jumat, 15 November 2013

Alam Semesta dari Zat Cair

oleh : H. Mudjiono



Sampai saat ini umat manusia masih terkesima dengan teori Big Bang, sebuah teori penciptaan alam semesta yang berawal dari ledakan besar suatu zat yang sangat mampat yang volumenya dapat diumpamakan sebagai satu titik.   Teori ini untuk sementara cukup menyenangkan kalangan agama, karena dengan demikian terdapat penciptaan awal yang sudah tentu melibatkan peran Tuhan Yang Maha Pencipta.   Namun sebenarnya teori Big Bang itu sendiri masih banyak menimbulkan permasalahan baru yang belum juga terpecahkan, oleh sebab itu kebenarannya masih sangat relative, dan waktu jualah yang akan membuktikannya.


Tanda-tanda bahwa teori Big Bang harus direvisi juga mulai muncul dari hasil eksperimen .   Ssebagaimana diberitakan Jawa Pos tanggal 3 Mei 2005 dan Sinar Harapan 20 April 2005,  para ilmuwan lembaga penelitian Relativistic Heavy Ion Collider (RHIC) di laboratorium nasional Brookhaven, Long Island, New York, menyimpulkan bahwa  kemungkinan jagad raya ini pada mulanya terdiri dari cairan.  

Terakhir hasil tembakan wahana Deep Impact terhadap komet Tempel 1 membantu para astronom untuk mengetahui bahan-bahan pembentuk tata surya.  Sebab, komet tersebut diperkirakan berisi material yang relatif tidak berubah sejak terbentuknya tata surya sekitar 4,6 miliar tahun lalu. Data dari teleskop Spitzer Space memperlihatkan bahan-bahan yang diduga tersebut.
           
Meskipun demikian, temuan lainnya tak kalah mengejutkan. Dengan mengamati tumbukan tersebut menggunakan spektrometer inframerah, Spitzer menunjukkan bahwa komet Tempel 1 mengandung tanah liat, kapur, dan hidrokarbon di samping bahan-bahan lainnya.Ilmuwan Spitzer Carey Lisse dari John Hopkins University, AS mempresentasikan hasilnya dalam pertemuan American Astronomical Society’s Division of Planetary Sciences di Cambridge, Inggris.
           
Sebelumnya, Deep Impact berhasil menembakkan proyektil seberat 372 kilogram pada komet Tempel 1 pada Juli. Tembakan terhadap permukaan komet menghasilkan serpihan-serpihan debu, gas, dan es dalam jumlah besar. Komet diduga telah melalui perjalanan panjang mengarungi alam semesta, tersusun dari material murni yang tidak berubah sejak terbentuknya sistem tata surya. Selain itu, komet diperkirakan memasok zat-zat kimia yang dibutuhkan oleh kehidupan di Bumi. Dengan menganalisis material yang keluar dari komet Tempel 1, para ilmuwan berharap dapat mempelajari lebih banyak tentang bagaimana terbentuknya sistem tata surya dan kehidupan di Bumi.

Menurut Dr. Lisse, kehadiran kapur dan tanah liat adalah rahasianya karena menunjukkan karakter tata surya saat terbentuk. Substansi ini hanya dapat terbentuk jika ada air. Jadi, jika material di dalam komet Tempel 1 relatif murni, maka sistem tata surya seperti adonan besar berbagai zat termasuk bahan pembentuk planet.
  "Tanpa diduga, material ini sangat rapuh," kata Dr. Mike A’Hearn, penyelidik prinsip misi Deep Impact. "Anda dapat dengan mudah mengambilnya seperti mengeruk salju terbaik untuk berski, hanya saja kali ini debu," tambahnya. Berbagai pecahannya memiliki ikatan yang lemah sehingga dapat dipecah menjadi bagian-bagian baik kecil maupun besar.
           
Dari dua  eksperimen tersebut, yang satu berlangsung di laboratorium dan satu lagi berlangsung di alam semesta, terdapat indikasi bahwa pada awal penciptaan  terdapat unsure cairan atau adonan.   Bila hal itu benar, maka teori Big Bang perlu mendapat revisi, karena sudah terlanjut awal penciptaan dimulai adanya ledakan besar suatu zat / gas yang sangat mampat.   


Penciptaan menurut Islam

Dalam ajaran Islam baik di dalam Al Qur’an, al Hadits dan bahkan riwayat-riwayat ternyata banyak yang mengisahkian tentang penciptaan alam semesta.   Memang harus diakui ayat-ayat itu tidak ditempatkan pada suatu rangkaian yang berurutan sehingga mudah ditemukan.   Ayat-ayat tentang langit dan bumi tersebar di berbagai surat, dan selalu dikaitkan dengan berbagai aspek kehidupan lainnya.   Kadang kala untuk mengingatkan orang-orang kafir, namun ada pula  sebagai bagian dari tanda-tanda orang beriman dan berakal.     


Salah satu ayat yang terkait dengan penciptaan awal adalah Al Qur’an S al Anbiya : 30 ; yang artinya : “Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui, bahwasanya langit dan bumi itu keduanya adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahkan antara ke duanya.  Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup, maka mengapakah mereka tiada juga beriman.”

Pada awal penciptaan dimulai dengan adanya suatu zat juga didukung oleh sebuah hadits, yang dalam Ringkasan Sahih Al Bukhari terdapat pada hadits nomor 1349 yang tertulis :
Diriwayatkan dari (‘Imran bin Hushain) r.a.: Nabi Saw pernah bersabda, “Suatu ketika tidak ada sesuatu pun kecuali Allah, sedangkan Singgasana-Nya berada di atas air, Dia tuliskan segala sesuatu dalam sebuah Kitab, dan menciptakan langit dan bumi.’ Redaksi hadits tersebut masih berlanjut namun Hushain  diriwayatkan tidak bisa lagi mengikuti penjelasan Rasul karena mengejar untanya yang kabur. Mungkin Allah menghendaki teka-teki alam semesta ini tetap menjadi misterius.

Berdasarkan informasi ayat Qur’an dan Hadits di atas, maka sebelum Allah menciptakan alam semesta, maka terlebih dahulu menciptakan suatu zat yang padu namun bersifat cair.  Dengan demikian pengertian langit dan bumi itu keduanya adalah suatu yang padu, memang benar-benar masih berupa bahan alam semesta, dan  hanya karena kehendak Allah sebagaimana telah dituliskan dalam sebuah Kitab, maka langit dan bumi itu dipisahkan.

Dalam menyikapi informasi penciptaan awal ini, kiranya perlu berhati-hati; karena selama ini kita cenderung mengikuti pandangan bahwa penciptaan itu dimulai dari ketiadaan.  Pernyataan ketiadaan mengarahkan persepsi kita yang ada saat itu adalah ruang yang kosong, hampa, barulah kemudian  terjadi proses penciptaan.  Ada yang mengikuti teori Big Bang, namun tidak sedikit yang menganut paham bahwa alam semesta sudah ada sejak dulu, tidak berawal dan tidak berakhir.

Akan tetapi umat Islam sudah tentu harus berpegang kepada ajaran Qur’an , karena sudah menjadi bagian dari rukun iman, yakni iman kepada kitab Allah. Perubahan pandangan harus kita lakukan, karena ternyata alam semesta dimulai dari tersedianya bahan yang bersifat cair.  Lalu bila ada yang bertanya dimana tempat kedudukan bahan cair tersebut, maka jelaslah berada di dalam ruang yang sangat luas yang dibatasi oleh Arsy.  Dengan demikianlah jelaslah belum terjadi ruang kosong, sebagaimana kita memandang langit saat ini. 

Proses penciptaan

Dalam membayangkan penciptaan alam semesta, mungkin dapat diilustrasikan dengan kita menyelam kedalam sebuah samudera yang airnya atas kehendak Allah di beri kemampuan untuk melaksanakan kehendaknya sebagaimana telah ditulis dalam sebuah Kitab.   Zat cair tersebut sudah tentu memiliki kemampuan untuk memampatkan diri dan bisa pula membentuk wujud-wujud yang dikehendaki Allah.    Inilah prinsip awal penciptaan bahwa zat cair bahan alam semesta itu sudah diwahyukan memiliki kemampuan self building, self maintenance, sejak awal sampai nanti membentuk alam akhirat.   Pandangan seperti ini  merupakan bukti pengakuan kita kepada Allah yang Maha Pencipta, namun apabila para ilmuwan  masih menganggap sebagai causal final dan tidak mau menerima, maka sangat sulit orang beriman untuk mengingatkannya.


Suatu teka-teki yang harus kita pecahkan adalah, bagaimana membentuk ruang, lalu mengisinya dengan rangkaian galaksi beserta materi lainnya yang disebut alam semesta.   Untuk itu banyak model yang dapat diterapkan, misalnya saja sebagian besar bahan alam semesta itu dimampatkan menjadi satu titik, yang akhirnya meledak sebagaimana teori Big Bang.   Bila demikian ternyata tidak sesuai dengan kenyataan, karena saat ini alam semesta ini tergolong sangat renggang, dan bahkan kerapatan kritis semesta diperkirakan sebesar 5 atom/meter kubik.
Kerapatan sesungguhnya dari jagad raya masih belum diketahui. Jika hanya menggunakan total materi yang tampak (dapat diamati) didapat angka 0,2 atom/meter kubik. Ternyata dengan jumlah galaksi lebih dari 210.000 galaksi, jika disebar merata, semesta yang kita huni ini ibarat ruang hampa yang amat sempurna.
Banyak kosmolog yang percaya, materi pengisi semesta mestinya lebih banyak dari yang dapat dilihat teleskop. Tambahan lagi banyak fenomena semesta yang memperlihatkan adanya materi kasat mata (tak tampak). Sebagai contoh, kecepatan rotasi galaksi di sekitar galaksi kita (Bima Sakti). Mereka ternyata berotasi terlalu cepat dibandingkan dengan jumlah materi yang terlihat. Dengan kata lain, kalau saja materi pembentuk galaksi hanya yang terlihat di teleskop, sudah lama galaksi tersebut berantakan, karena berotasi terlalu cepat dibanding bobot yang dimiliki. Berdasar laju rotasi galaksi ini, banyak ilmuwan yang berkesimpulan, lebih dari 90% materi pembentuk galaksi, terbentuk dari sesuatu yang tidak terlihat. Meski berpengaruh besar tetapi tidak tampak. Materi inilah yang disebut dengan julukan Dark Matter.
 Berdasarkan informasi dari hasil pengamatan ilmuwan, maka dapat dipastikan ledakan besar dari satu titik pemampatan tidaklah mungkin, karena akan menghasilkan alam semesta yang padat, yang tidak memungkinkan terjadi kehidupan.    Kita harus mencari alternative atau possibility lain dan untuk itu akan lebih mudah jika kita mengetahui  struktur alam semesta, yang Insyaallah akan dibahas pada tulisan selanjutnya. Setelah itu tahapan penciptaan akan menjadi semakin mudah dipahami dan diharapkan dapat memecahkan berbagai teka-teki ilmiah selama ini.

Wallahu alam bishawab .




Tidak ada komentar:

Posting Komentar