Jumat, 15 November 2013

Alam Semesta dari Zat Cair

oleh : H. Mudjiono



Sampai saat ini umat manusia masih terkesima dengan teori Big Bang, sebuah teori penciptaan alam semesta yang berawal dari ledakan besar suatu zat yang sangat mampat yang volumenya dapat diumpamakan sebagai satu titik.   Teori ini untuk sementara cukup menyenangkan kalangan agama, karena dengan demikian terdapat penciptaan awal yang sudah tentu melibatkan peran Tuhan Yang Maha Pencipta.   Namun sebenarnya teori Big Bang itu sendiri masih banyak menimbulkan permasalahan baru yang belum juga terpecahkan, oleh sebab itu kebenarannya masih sangat relative, dan waktu jualah yang akan membuktikannya.


Tanda-tanda bahwa teori Big Bang harus direvisi juga mulai muncul dari hasil eksperimen .   Ssebagaimana diberitakan Jawa Pos tanggal 3 Mei 2005 dan Sinar Harapan 20 April 2005,  para ilmuwan lembaga penelitian Relativistic Heavy Ion Collider (RHIC) di laboratorium nasional Brookhaven, Long Island, New York, menyimpulkan bahwa  kemungkinan jagad raya ini pada mulanya terdiri dari cairan.  

Terakhir hasil tembakan wahana Deep Impact terhadap komet Tempel 1 membantu para astronom untuk mengetahui bahan-bahan pembentuk tata surya.  Sebab, komet tersebut diperkirakan berisi material yang relatif tidak berubah sejak terbentuknya tata surya sekitar 4,6 miliar tahun lalu. Data dari teleskop Spitzer Space memperlihatkan bahan-bahan yang diduga tersebut.
           
Meskipun demikian, temuan lainnya tak kalah mengejutkan. Dengan mengamati tumbukan tersebut menggunakan spektrometer inframerah, Spitzer menunjukkan bahwa komet Tempel 1 mengandung tanah liat, kapur, dan hidrokarbon di samping bahan-bahan lainnya.Ilmuwan Spitzer Carey Lisse dari John Hopkins University, AS mempresentasikan hasilnya dalam pertemuan American Astronomical Society’s Division of Planetary Sciences di Cambridge, Inggris.
           
Sebelumnya, Deep Impact berhasil menembakkan proyektil seberat 372 kilogram pada komet Tempel 1 pada Juli. Tembakan terhadap permukaan komet menghasilkan serpihan-serpihan debu, gas, dan es dalam jumlah besar. Komet diduga telah melalui perjalanan panjang mengarungi alam semesta, tersusun dari material murni yang tidak berubah sejak terbentuknya sistem tata surya. Selain itu, komet diperkirakan memasok zat-zat kimia yang dibutuhkan oleh kehidupan di Bumi. Dengan menganalisis material yang keluar dari komet Tempel 1, para ilmuwan berharap dapat mempelajari lebih banyak tentang bagaimana terbentuknya sistem tata surya dan kehidupan di Bumi.

Menurut Dr. Lisse, kehadiran kapur dan tanah liat adalah rahasianya karena menunjukkan karakter tata surya saat terbentuk. Substansi ini hanya dapat terbentuk jika ada air. Jadi, jika material di dalam komet Tempel 1 relatif murni, maka sistem tata surya seperti adonan besar berbagai zat termasuk bahan pembentuk planet.
  "Tanpa diduga, material ini sangat rapuh," kata Dr. Mike A’Hearn, penyelidik prinsip misi Deep Impact. "Anda dapat dengan mudah mengambilnya seperti mengeruk salju terbaik untuk berski, hanya saja kali ini debu," tambahnya. Berbagai pecahannya memiliki ikatan yang lemah sehingga dapat dipecah menjadi bagian-bagian baik kecil maupun besar.
           
Dari dua  eksperimen tersebut, yang satu berlangsung di laboratorium dan satu lagi berlangsung di alam semesta, terdapat indikasi bahwa pada awal penciptaan  terdapat unsure cairan atau adonan.   Bila hal itu benar, maka teori Big Bang perlu mendapat revisi, karena sudah terlanjut awal penciptaan dimulai adanya ledakan besar suatu zat / gas yang sangat mampat.   


Penciptaan menurut Islam

Dalam ajaran Islam baik di dalam Al Qur’an, al Hadits dan bahkan riwayat-riwayat ternyata banyak yang mengisahkian tentang penciptaan alam semesta.   Memang harus diakui ayat-ayat itu tidak ditempatkan pada suatu rangkaian yang berurutan sehingga mudah ditemukan.   Ayat-ayat tentang langit dan bumi tersebar di berbagai surat, dan selalu dikaitkan dengan berbagai aspek kehidupan lainnya.   Kadang kala untuk mengingatkan orang-orang kafir, namun ada pula  sebagai bagian dari tanda-tanda orang beriman dan berakal.     


Salah satu ayat yang terkait dengan penciptaan awal adalah Al Qur’an S al Anbiya : 30 ; yang artinya : “Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui, bahwasanya langit dan bumi itu keduanya adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahkan antara ke duanya.  Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup, maka mengapakah mereka tiada juga beriman.”

Pada awal penciptaan dimulai dengan adanya suatu zat juga didukung oleh sebuah hadits, yang dalam Ringkasan Sahih Al Bukhari terdapat pada hadits nomor 1349 yang tertulis :
Diriwayatkan dari (‘Imran bin Hushain) r.a.: Nabi Saw pernah bersabda, “Suatu ketika tidak ada sesuatu pun kecuali Allah, sedangkan Singgasana-Nya berada di atas air, Dia tuliskan segala sesuatu dalam sebuah Kitab, dan menciptakan langit dan bumi.’ Redaksi hadits tersebut masih berlanjut namun Hushain  diriwayatkan tidak bisa lagi mengikuti penjelasan Rasul karena mengejar untanya yang kabur. Mungkin Allah menghendaki teka-teki alam semesta ini tetap menjadi misterius.

Berdasarkan informasi ayat Qur’an dan Hadits di atas, maka sebelum Allah menciptakan alam semesta, maka terlebih dahulu menciptakan suatu zat yang padu namun bersifat cair.  Dengan demikian pengertian langit dan bumi itu keduanya adalah suatu yang padu, memang benar-benar masih berupa bahan alam semesta, dan  hanya karena kehendak Allah sebagaimana telah dituliskan dalam sebuah Kitab, maka langit dan bumi itu dipisahkan.

Dalam menyikapi informasi penciptaan awal ini, kiranya perlu berhati-hati; karena selama ini kita cenderung mengikuti pandangan bahwa penciptaan itu dimulai dari ketiadaan.  Pernyataan ketiadaan mengarahkan persepsi kita yang ada saat itu adalah ruang yang kosong, hampa, barulah kemudian  terjadi proses penciptaan.  Ada yang mengikuti teori Big Bang, namun tidak sedikit yang menganut paham bahwa alam semesta sudah ada sejak dulu, tidak berawal dan tidak berakhir.

Akan tetapi umat Islam sudah tentu harus berpegang kepada ajaran Qur’an , karena sudah menjadi bagian dari rukun iman, yakni iman kepada kitab Allah. Perubahan pandangan harus kita lakukan, karena ternyata alam semesta dimulai dari tersedianya bahan yang bersifat cair.  Lalu bila ada yang bertanya dimana tempat kedudukan bahan cair tersebut, maka jelaslah berada di dalam ruang yang sangat luas yang dibatasi oleh Arsy.  Dengan demikianlah jelaslah belum terjadi ruang kosong, sebagaimana kita memandang langit saat ini. 

Proses penciptaan

Dalam membayangkan penciptaan alam semesta, mungkin dapat diilustrasikan dengan kita menyelam kedalam sebuah samudera yang airnya atas kehendak Allah di beri kemampuan untuk melaksanakan kehendaknya sebagaimana telah ditulis dalam sebuah Kitab.   Zat cair tersebut sudah tentu memiliki kemampuan untuk memampatkan diri dan bisa pula membentuk wujud-wujud yang dikehendaki Allah.    Inilah prinsip awal penciptaan bahwa zat cair bahan alam semesta itu sudah diwahyukan memiliki kemampuan self building, self maintenance, sejak awal sampai nanti membentuk alam akhirat.   Pandangan seperti ini  merupakan bukti pengakuan kita kepada Allah yang Maha Pencipta, namun apabila para ilmuwan  masih menganggap sebagai causal final dan tidak mau menerima, maka sangat sulit orang beriman untuk mengingatkannya.


Suatu teka-teki yang harus kita pecahkan adalah, bagaimana membentuk ruang, lalu mengisinya dengan rangkaian galaksi beserta materi lainnya yang disebut alam semesta.   Untuk itu banyak model yang dapat diterapkan, misalnya saja sebagian besar bahan alam semesta itu dimampatkan menjadi satu titik, yang akhirnya meledak sebagaimana teori Big Bang.   Bila demikian ternyata tidak sesuai dengan kenyataan, karena saat ini alam semesta ini tergolong sangat renggang, dan bahkan kerapatan kritis semesta diperkirakan sebesar 5 atom/meter kubik.
Kerapatan sesungguhnya dari jagad raya masih belum diketahui. Jika hanya menggunakan total materi yang tampak (dapat diamati) didapat angka 0,2 atom/meter kubik. Ternyata dengan jumlah galaksi lebih dari 210.000 galaksi, jika disebar merata, semesta yang kita huni ini ibarat ruang hampa yang amat sempurna.
Banyak kosmolog yang percaya, materi pengisi semesta mestinya lebih banyak dari yang dapat dilihat teleskop. Tambahan lagi banyak fenomena semesta yang memperlihatkan adanya materi kasat mata (tak tampak). Sebagai contoh, kecepatan rotasi galaksi di sekitar galaksi kita (Bima Sakti). Mereka ternyata berotasi terlalu cepat dibandingkan dengan jumlah materi yang terlihat. Dengan kata lain, kalau saja materi pembentuk galaksi hanya yang terlihat di teleskop, sudah lama galaksi tersebut berantakan, karena berotasi terlalu cepat dibanding bobot yang dimiliki. Berdasar laju rotasi galaksi ini, banyak ilmuwan yang berkesimpulan, lebih dari 90% materi pembentuk galaksi, terbentuk dari sesuatu yang tidak terlihat. Meski berpengaruh besar tetapi tidak tampak. Materi inilah yang disebut dengan julukan Dark Matter.
 Berdasarkan informasi dari hasil pengamatan ilmuwan, maka dapat dipastikan ledakan besar dari satu titik pemampatan tidaklah mungkin, karena akan menghasilkan alam semesta yang padat, yang tidak memungkinkan terjadi kehidupan.    Kita harus mencari alternative atau possibility lain dan untuk itu akan lebih mudah jika kita mengetahui  struktur alam semesta, yang Insyaallah akan dibahas pada tulisan selanjutnya. Setelah itu tahapan penciptaan akan menjadi semakin mudah dipahami dan diharapkan dapat memecahkan berbagai teka-teki ilmiah selama ini.

Wallahu alam bishawab .




Memangkas Mentalitas Korupsi



Memangkas mentalitas Korupsi

Oleh : H Mudjiono

Era reformasi selepas tumbangnya rezim Orde Baru.,  menjadi harapan rakyat Indonesia untuk menapaki kehidupan yang lebih demokrasi, lebih bebas menyatakan pendapat dan berekspresi. Keinginan sekelompok  orang untuk bebas berbicara itu memang menjadi kenyataan, seperti saat ini kita bebas mengkritik pejabat, bahkan melecehkan presiden bisa dilakukan orang yang tidak tahu persis duduk perkaranya. Kebebasan berbicara dan mengutarakan pendapat yang diklaim sebagai hak asasi mendapat dukungan media pers, baik cetak mau pun elektronik.

Keberhasilan berdemokrasi di Republik ini tidak serta merta mewujudkan  kesejahteraan rakyat.  Yang sudah menikmati hasil reformasi tentunya elit-elit politik yang berhasil duduk di badan legisltafif, eksekutif dan yudikatif yang seluruhnya mengatasnamakan kepentingan rakyat.  Biaya demokratisasi ini sangatlah besar, sehingga prioritas utama bukanlah untuk rakyat, namun lebih banyak untuk membentuk badan-badan adhoc , seperti terbentuknya berbagai Komisi Pengawasan untuk berbagai lembaga Negara. Ini menunjukkan sudah tidak ada lagi kepercayaan kepada lembaga-lembaga Negara.  

Masalah kronis korupsi yang semula dinisbatkan pada Orde Baru, di era reformasi ternyata tidak juga berkurang.  Korupsi masih saja muncul, dan meluas di berbagai lembaga Negara dan swasta. Bisa jadi para mahasiswa yang menduduki gedung MPR pada tahun 1998  yang mengakibatkan lengsernya pak Harto, hari ini menyesal dan kecewa.  Sebagian dari mereka tentunya sudah ada yang menjadi pegawai negeri, pengusaha, kader partai, dan berbagai profesi lain.  Kini mereka berada dalam dunia nyata, yakni berkeluarga dan harus menghidupi anak isteri.  Pertanyaannya apakah mereka masih ingat pada dunia ide sewaktu menjadi mahasiswa. Ingatkah mereka pada cita-cita memberantas korupsi, dan  mendukung demokrasi untuk kesejahteraan rakyat. 

Para koruptor sejak zaman dulu sampai sekarang adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi. Maklumlah yang berpendidikan rendah  tak sempat menjadi pejabat atau public figure yang memiliki kesempatan untuk korupsi.  Dengan kata lain para koruptor ini dulunya juga mahasiswa dan mungkin pernah demo untuk memberantas korupsi.  Perubahan mentalitas dari anti korupsi menjadi pro korupsi ini patut menjadi  perhatian  kita, utamanya para pendidik, psikolog, ulama dan tokoh agama. 

Melihat fenomena lingkaran setan korupsi, tampaknya diperlukan pendidikan dan pengajaran sejak dini. Setiap orang tua, setiap keluarga perlu mawas diri apakah sudah mengarahkan anak-anaknya untuk anti korupsi.  Bisa jadi orang tua sering bicara bahwa hidup ini harus jujur, ingat pada Tuhan, namun ketika memasukkan anaknya ke sekolah favorit, ternyata menyogok petugas supaya dapat diterima.  Dewasa ini kita juga melihat anak-anak baru gede sudah  bersliweran mengendarai sepeda motor. Orang tua mereka bangga anaknya sudah bisa disuruh kemana-mana dengan naik motor, padahal belum cukup umur untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM)-C . Banyak penyimpangan yang dipertontonkan orang tua kepada anaknya, dan itu membentuk mentalitas sang anak menjadi tidak peka terhadap penyimpangan.   Berbagai kesalahan yang sudah dianggap biasa, menjadikan hati nurani menjadi tumpul, dan tidak malu melakukan penyimpangan di kemudian hari.  

Gaya hidup

Sebuah hadits yang menyatakan  kelemahan umat manusia salah satunya adalah : “Cinta Dunia dan takut mati”.  Orang atau masyarakat yang sudah sangat mencintai kehidupan dunia yang serba instan sudah tentu sangat sulit diajak berjuang yang berisiko kematian.  Orang-orang semacam ini  akan lemah dalam membela kebenaran, agama maupun Negara, karena takut kehilangan segala kenikmatan dunia.
Dunia adalah segala hal yang dekat, yang memang harus dimiliki setiap orang dalam batas-batas tertentu.  Batasan inilah yang sangat sulit ditentukan dan sangat relative, karena sangat bergantung pada gaya hidup setiap orang atau keluarga.  Kebutuhan makan seseorang untuk sekedar mempertahankan hidup agar mampu beribadah tidaklah banyak.  Namun bagi seorang pengusaha atau pejabat yang sering melakukan lobby bisnis, untuk sekali makan membutuhkan jutaan rupiah. 

Gaya hidup masyarakat modern, sudah tentu harus memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya.  Dengan pendidikan tinggi diharapkan anak-anaknya memperoleh kehidupan yang lebih baik di kemudian hari. Cita-cita tersebut sangat mulia, namun ketika gaya hidup tersebut tidak sesuai dengan kemampuan, maka orang tua tersebut menempuh berbagai cara untuk mendapatkan biaya.  Korupsi menjadi cara mudah  bagi  orang tua tersebut demi masa depan anaknya.

Di zaman modern ini daya tarik kehidupan dunia sangatlah dahsyat, oleh sebab itu setiap keluarga wajib menentukan standard kebutuhan  yang sesuai dengan kemampuan.  Biar pun pemerintah mengembar-gemborkan pentingnya pendidikan tinggi, kalau tidak mampu cukuplah mentargetkan anak-anak lulus SMU atau SMK, yang ada harapan mendapat subsidi dari pemerintah.  Dalam hal menentukan gaya hidup, setiap keluarga memerlukan visi dan misi yang universal, yang dapat dijangkau  oleh setiap orang dan itu  menjadi ranah agama. 

Visi dari orang yang beragama adalah manusia yang bahagia di dunia dan akhirat, yang dicapai melalui misi beriman dan beramal saleh. Untuk bahagia di dunia dianjurkan hidup secukupnya, tidak berlebihan melalui usaha sesuai dengan kemampuan.  Kalaulah kita mampu makan berlauk daging setiap hari, seyogianya cukupkanlah makan daging seminggu sekali, sehingga memiliki kelebihan untuk ditabung dan disedekahkan.  Membangun rumah tinggal juga jangan berlebihan, karena toh tidak selamanya ditempati.  Kebutuhan sekunder , tertier sebaiknya dikelola dengan baik, yang penting fungsi utama tercapai, dan tidak menimbulkan rasa ria dan sombong. 

Visi dan misi universal yang sederhana dan jauh dari hedonisme sebaiknya ditanamkan pada setiap anak secara dini. Menjadi tugas para ahli pendidikan untuk menciptakan metodelogi yang tepat, sehingga dapat menciptakan mental yang kuat, cinta kebenaran dan anti kemungkaran.  Mudah-mudahan dengan cara ini kita dapat memangkas mentalitas korupsi  yang menggerogoti sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.  (***)



Selasa, 12 November 2013

Renungan tahun baru Islam



Renungan tahun baru Islam,
Bangkit dalam keseimbangan
Oleh : H. Mudjiono

Tiga puluh lima tahun umat Islam telah mengarungi abad ke limabelas hijriah, yang pada awalnya digadang-gadang menjadi abad kebangkitan Islam. Hanya saja sejak awal umat Islam tidak memiliki kesepakatan, kebangkitan macam apa yang dikehendaki. Maklumlah  umat Islam sudah tumbuh beraneka ragam, akibat kulturisasi, pengaruh politik kekuasaan, dan terbagi-bagi dalam berbagai kelompok aliran yang masing-masing memiliki criteria  yang berbeda-beda. 

Bagi kelompok yang menginginkan berdirinya  kekhalifahan Islam jelas sampai saat ini belum berhasil.  Negara-negara di Timur Tengah dan Afrika yang dahulu menjadi komponen utama dari kehalifahan Islam Usmani tidak ada yang menyambut ide mengembalikan system khilafah.  Alih-alih  menerima ide tersebut, bahkan organisasi pencetus ide mengembalikan system khilafah Islam juga di larang.  Ide khilafah yang ditawarkan di Indonesia juga tidak popular, karena sejak awal bangsa Indonesia telah sepakat untuk mendirikan Negara berbasis kebangsaan.  Untuk mewujudkan Negara Islam Indonesia telah menelan korban yang cukup besar di awal kemerdekaan Indonesia.

Kalau kebangkitan Islam diukur dari  direbutnya kembali kendali sains dan teknologi, rasa-rasanya masih jauh panggang  dari api.  Sains dan teknologi saat ini jelas-jelas dikendalikan oleh Negara-negara Barat di bawah kepemimpinan Amerika Serikat, dan diikuti Jepang, China, Korea  dan India dari negeri-negeri Timur . Negara Islam dan negara berpenduduk mayoritas Islam saat ini menjadi konsumen dari produk-produk sains teknologi Barat, dan bahkan dalam kehidupan sehari-hari sudah banyak menyerap peradaban Barat.
Negara-negara Islam dan berpenduduk mayoritas Islam dewasa ini telah banyak dipengaruhi  konsep Barat dalam pengajaran sains, yang secara tegas memisahkan ilmu-ilmu umum dari ilmu-ilmu agama. Menurut peradaban Barat sains haruslah berbasis pada obyek-obyek yang bersifat empiris, yang dapat diverikasi, dibuktikan kebenarannya melalui pengamatan. Ilmu-ilmu agama yang banyak membicarakan hal-hal yang gaib, seperti Tuhan, malaikat dan sebagainya berdasarkan konsep Barat tidak masuk bahasan ilmiah, karena dianggap sebagai mitologi.  Ilmu-ilmu agama seperti itu tidak membahas tentang fakta, tetapi tentang makna yang sulit dibuktikan secara empiris.

Problema ini  sangat terasa ketika institusi pendidikan agama seperti Institut Agama Islam Negeri (IAIN) diubah statusnya  menjadi Universitas yang harus mengajarkan ilmu-ilmu umum. Jelas Universitas Islam Negeri atau Universitas berbasis agama lainnya  tidak bisa menerapkan  sekularisme ilmu umum dari ilmu agama. Seperti yang dikeluhkan Dr. Mulyadhi Kartanegara dosen Program Pacasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pengajaran  di UIN membutuhkan panduan landasan yang dapat mengintegrasikan ilmu umum dengan ilmu agama.  

Dalam kehidupan praktis dan pragmatis sehari-hari ,sebenarnya umat Islam Indonesia ini bisa dikatakan beruntung, dapat melihat kemajuan Islam.  Secara kasat mata tigapuluh tahun silam kita masih jarang melihat orang berbusana muslim dan muslimat, tetapi saat ini  kita sudah biasa melihat ibu-ibu dan remaja putri berjilbab.  Tidak hanya ketika berada di Masjid, tetapi sudah dikenakan di mana saja, karena sebuah kesadaran kewajiban untuk menutupi aurat.  Kemajuan untuk menuju kebangkitan itu semakin nyata, karena anak-anak zaman sekarang ini menjadi lebih mudah belajar membaca Al Qur’an, karena  semakin banyak metoda yang diciptakan. Literatur bacaan dalam bentuk cetakan dan media digital juga semakin melimpah yang memungkinkan generasi muda Islam menjadi lebih berkualitas dari pendahulunya.  Jadi sudah sepatutnya di tahun baru 1435 H ini umat Islam Indonesia bersyukur, akan karunia Allah hidup dalam lingkungan yang relative aman dibandingkan dengan Negara-negara Islam lainnya yang ditandai dengan reformasi berdarah, perang saudara, perang  antar mazhab.

Memaknai Kebangkitan

Memasuki tahun baru 1435 H ini, umat Islam, khususnya umat Islam Indonesia perlu merenung sejenak, agar dapat menangkap makna kebangkitan Islam yang sebenarnya.  Kebangkitan yang diukur secara meterialistis bukanlah menjadi tujuan utama dari agama Islam, karena senyatanya ajaran Islam lebih menekankan meraih kebahagiaan akhirat dengan  mengambil kehidupan dunia secukupnya.  Memaknai kebangikitan Islam perlulah memperhatikan masalah pokok tentang Sekularisme,   Islam menjadi rahmat seluruh alam semesta, Islam menciptakan keseimbangan dalam kehidupan.

Sekularisme dalam pengertian paham yang menyingkirkan nilai-nilai Ilahi (agama wahyu) dalam persoalan dunia, Negara dan masyarakat, secara historis lahir sebagai reaksi terhadap hegemoni agama Kristen Eropa pada abad pertengahan.  Waktu itu gereja memiliki wewenang yang besar dalam pemerintahan, kehidupan sipil, dan penelitian ilmiah.  Gereja melalui lembaga inkuisisi berkuasa penuh mengadili semua pihak yang melanggar atau yang bertentangan dengan kitab suci.  Diawali dengan paham Heliosentris  yang dicetuskan Kopernikus pada tahun 1643 M, dimulailah pertikaian antara ilmu pengetahuan hasil dari akal budi melawan ajaran Kristen.  Paham heliosentris yang menyatakan bahwa matahari sebagai pusat tata surya bertentangan dengan teks kitab suci yang menyatakan bumi sebagai pusat tata surya, bahkan pusat alam semesta.

Dengan lahirnya banyak ilmuwan yang dilengkapi dengan hasil pengamatan empiris, akhirnya ajaran agama Kristen semakin diragukan kebenarannya. Celakanya sebagian ilmuwan dan masyarakat menyingkirkan peran agama termasuk keberadaan Tuhan dalam mengatur kehidupan di dunia. Agama hanya hidup dalam kehidupan individu, tidak lagi masuk dalam ranah public. Akal budi manusia dipandang lebih utama untuk menyelesaikan urusan dunia.
Paham sekularisme ini juga berkembang  pada Negara-negara Islam dan berpenduduk mayoritas Islam. Korban pertama adalah Turki, setelah bubarnya kekhalifahan Turki Usmani, segera berdiri Negara Turki Modern yang Sekular, dengan maksud untuk mencapai kemajuan setara dengan Negara-negara Barat. Namun sampai saat ini pun Turki Modern belum mencapai kemajuan seperti apa yang diharapkan.  Untuk kasus Indonesia yang sejak proklamasi  berdiri sebagai Negara Nasionalisme berdasarkan Pancasila,  tentulah tidak tepat disebut sebagai Negara secular.  Pemerintah masih mengatur kehidupan umat beragama, dengan adanya Kementerian Agama.  Negara Indonesia adalah Negara kesepakatan dari semua komponen bangsa yang beragam yang ber Bhineka Tunggal Ika.

Kembali pada bahasan kebangkitan Islam, sangatlah bijak kita membersihkan niat, merevitalisasi tindakan, agar tidak salah arah.  Kebangkitan yang diawali dengan nafsu untuk menjatuhkan hegemoni peradaban barat dan memberantas ideology yang tak Islami bukanlah niat yang lurus. Niat yang disulut api kemarahan itu dengan mudah  ditunggangi setan, sehingga bukanlah kebangkitan yang diraih, namun justru kerpurukan.  Niat yang lurus tentunya mengacu pada pada niat Allah dalam menciptakan Adam, yang ingin menjadikannya sebagai khalifah di bumi.  Sebagai khalifah tidak harus membentuk Negara, tetapi utamanya menyebarluaskan ajaran tauhid dan memakmurkan bumi.  Kekhawatiran malaikat bahwa manusia itu suka menumpahkan darah haruslah mendapat perhatian umat Islam.

Sebenarnya sebagian umat Islam secara tidak sadar mengikuti paham secular tentang keberadaan Tuhan. Bukanlah banyak orang yang mengatakan Tuhan bukanlah materi, dan tidak dapat terjangkau akal, dan untuk memahami haruslah dengan hati.  Bukanlah Allah telah menyatakan sebagai yang dzahir dan batin, oleh sebab itu Allah dapat dimengerti melalui akal  dan dapat dirasakan dalam hati.  Hati tempat bersemayamnya iman merupakan wilayah yang rawan, oleh sebab itu Rasul pun mengingatkan kondisi iman itu sering berubah-ubah. Pasalnya di dalam dada tidak ada perangkat untuk menilai obyektivitas, sehingga dapat membuat dua kutub pernyataan ekstrim, senang dan tidak senang, hitam atau putih,  Otak sebagai perangkat akal, yang dapat memberikan analisis, memberikan pertimbangan, dan menyimpan informasi.  Untuk itu dalam rangka mengembalikan semangat kebangkitan Islam, umat Islam utamanya para intelektualnya segera merevitalisasi tentang eksistensi Allah.

Kita sering tersesat, karena selama ini tidak mempunyai peta untuk menelusuri keberadaan Allah. Kita terlanjur mensakralkan Allah suatu dzat yang keberadaanNya tidak boleh dibahas. Akibatnya  umat Islam ketika berhadapan dengan ilmuwan hanya bisa ngotot bahwa Allah itu ada, karena sangat jelasnya tidak perlu penjelasan. Ketika berpanjang-panjang  ulama menjelaskan ayat-ayat penciptaan, ilmuwan yang mendengar hanya menjawab itu sebagai mitos dan Stephen Hawking  fisikawan hanya menjawab alam semesta itu berswa mandiri berdasarkan  set hukum yang berlaku.

Islam sebagai rahmat seluruh alam semesta, diisyaratkan dalam Qur’an Surat Al Anbiyaa’ (21) ayat 107, yang artinya “Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”  Agar dapat menjadi rahmat bagi semesta alam, umat Islam wajib meneladani utusan Allah, Rasulullah Muhammad Saw.  Mustahil kita umat Islam dapat mencontoh Rasul secara paripurna, tetapi wajib berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan.  Seluruh amalan Rasulullah adalah amalan unggulan , yang menjadi kebanggaan Allah, sementara kita umatnya  setidaknya berusaha membangun amalan unggulan dan mempertahankan dengan istiqomah sampai akhir hayat. 

Bagi hartawan, kiranya tidak sulit untuk menjadikan zakat, sedekah  sebagai amalan unggulan, sementara yang berilmu dan tidak kaya sangatlah tepat mengimplementasinya ilmunya untuk mengelola zakat dan sedekah agar benar-benar menciptakan kesejahteraan umat.  Bagi orang-orang miskin memiliki peluang yang besar puasa dan sabar.  Tetapi orang-orang yang berprofesi  militer dan menegakkan ketertiban, seperti bapak tentara dan polisi janganlah menjadikan puasa sebagai ibadah unggulan.  Rasulullah suatu ketika, bertanya kepada sahabatnya, ketika melihat Salman al Farisi terlihat kurus kehilangan kegagahannya. Dari jawaban sahabat, Rasul segera mengetahui kalau Salman al Farisi sering melaksanakan ibadah puasa sunnah. Kemudian Rasul pun mengingatkan Salman al Farisi untuk tidak berlebihan dalam berpuasa, bahkan dianjurkan untuk mengembalikan keperkasaan fisiknya, karena umat Islam saat itu sangat membutuhkan orang-orang yang gagah yang disegani orang-orang kafir Qurays.

Umat Islam harus pula menjadikan dirinya bermanfaat bagi lingkungannya, bukan ditakuti tetangganya. Agar menjadi orang yang bermanfaat, senyatanya harus memiliki banyak kelebihan .  Kelebihan ilmu dan ketrampilan akan menjadi modal untuk berbagi, sebelum dapat berbagi harta.
Al Qur’an ternyata cukup banyak berceritera tentang keseimbangan, yang juga disebut sebagai berpasang-pasangan.  Turunnya ajaran Islam utamanya untuk menciptakan keseimbangan antara agama Tauhid dengan agama polyteisme.  Menjelang turunnya agama Islam, di sekitar Jazirah Arab  telah berkembang agama Kristen, Majusi dan Yahudi.  Kerajaan yang dominan adalah Romawi dan Persia. Di wilayah timur   di wilayah India dan Cina berkembang agama Hindu, Budha dengan cirri-ciri local masing-masing.
Puncak kegoncangan bumi, karena ketidakseimbangan ini diinformasikan dalam QS Maryam : 90-91 : “Hampir-hampir langit pecah karena itu, dan bumi terbelah, dan gunung hancur lebur. Karena mereka menuduh Al – Rahman mempunyai anak.”  Untuk segera memulihkan keseimbangan langit dan bumi itu diturunkanlah ajaran Islam melalui Nabi Muhammad Saw. Dalam waktu relative singkat, Islam menyebar ke barat di ujung Afrika, ke timur hingga India yang kemudian menyusul wilayah Nusantara.

Fenomena awal penyebaran Islam ke barat dan ke timur mengikuti garis lintang bumi sangatlah menarik jika ditinjau dari asas keseimbangan rotasi bumi. Untuk mengembalikan keseimbangan bumi, umat manusia melalui umat Islam haruslah banyak-banyak menyebut  kalimat Allah, tahlil, tahmid dan takbir.  Kalimat Allah ini  akan berlangsung secara berkesinambungan jika Islam tersebar dari barat sampai ke timur, dari Marakesh hingga Merauke, mengikuti peredaran matahari, yang akan menentukan waktu-waktu salat.  Kalau Islam berkembang ke arah utara selatan , dalam rentang garis lintang bumi yang sempit, tentunya Adzan tidak berkumandang  bersahut-sahutan karena berlangsung pada waktu bersamaan.
Kebangkitan Islam haruslah memperhatikan keberadaan Islam di sabuk katuliswa dan garis  lintang yang melintasi wilayah yang padat penduduknya.  Dewasa ini keseimbangan bumi terasa terganggu, karena umat Islam di sepanjang ujung Afrika hingga Indonesia terganggu kekhusyuannya dalam menyebut asma Allah.  Ada gangguan perang saudara, usaha deislamisasi  seperti di Sudan, Ethiopia, Somalia dan mungkin juga Indonesia.  Gempa besar Aceh yang kemudian disusul gempa besar lainnya di seluruh kawasan bumi, menunjukkan bumi sedang kehilangan titik keseimbangan.  Gempa dan bencana alam ikutan lainnya adalah upaya alam untuk menjaga keseimbangan.  Manusia di bumi harus mengetahui fenomena ini, sehingga orang-orang barat dan non muslim mau mengerti  bahwa peran Islam adalah menjaga keseimbangan dan menjadi rahmat bagi alam semesta.   Saling pengertian peradaban besar dunia, Islam, Barat, Kristen, Hindu, Budha sangat diperlukan untuk menjaga keberadaan bumi dan penting untuk memperlambat datangnya kiamat. Wallahu alam bishawab.
 

Senin, 11 November 2013

Penciptaan Alam Semesta

Penciptaan Alam Semesta

"Saya ingin tahu bagaimana Tuhan menciptakan dunia ini. Saya  tidak tertarik pada fenomena ini atau itu, pada spektrum unsur ini atau itu. Saya ingin mengetahui pikiran-pikiran  Nya, selebihnya adalah perincian saja." (Albert Einstein)
Albert Einstein ilmuan yang terkenal dengan teori relativitas itu tampaknya sangat penasaran bagaimana Tuhan menciptakan alam semesta ini. Kepenasaran ilmuan besar itu patutlah mendapat perhatian umat manusia, termasuk umat Islam yang sudah diingatkan dalam Al Qur'an  Surat Ali 'Imran (2) : 190-191, yang artinya : "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal; yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia, Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka."

Memikirkan penciptaan langit dan bumi (alam semesta)  benar-benar rumit, dan sampai saat ini pun para ilmuan masih berpegang pada teori bigbang sebagai awal terbentuknya alam semesta. Alih-alih menyatakan Tuhanlah yang menciptakan alam semesta, tetapi Stephen Hawking fisikawan Inggris terkenal bahkan menyatakan alam semesta itu swamandiri, tercipta berdasarkan set hukum alam yang ada seperti hukum gravitasi. Jangan ditanya siapa yang menciptakan hukum alam itu, karena itu diluar jangkauan ilmu pengetahuan yang berbasis pada rasio, indra pengamatan dan observasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Sejauh ini ilmuan Islam banyak yang menganut teori bigbang, namun disertai dengan peran Tuhan. Sebagian ilmuan juga menafsirkan ayat-ayat Al Qur'an dengan teori bigbang, semisal surat Al Anbiya :30, yang artinya :"Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui, bahwasanya langit dan bumi itu keduanya adalah suatu yang padu, kemudian kami isahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup, maka mengapakah mereka tiada juga beriman."

Alam semesta eksisting ini sangat rumit, terdiri dari miliaran galaksi yang di setiap galaksi terdapat ratusan juta hingga miliaran bintang. Dalam setiap tata bintang terdapat planet-planet, asteroid, seperti tata surya kita memiliki delapan planet.  Batas alam semesta belum diketahui secara pasti, namun ruang yang mewadahi  diyakini tidak terbatas. 

Rupanya untuk mengetahui penciptaan awal, umat manusia khususnya umat beragama lebih baik mengamati alam akhirat.  Alam akhirat itu lebih sederhana, karena yang ada hanyalah, padang mahsyar, neraka, surga, dan tentu saja Allah Swt. Padang mahsyar dapat direkontruksi, karena ada informasi hadits, bahwa Rasulullah saw bersabda: " Manusia dikumpulkan pada  hari kiamat di bumi yang putih 'afra' seperti lembaran roti naqi dan disana tidak ada ma'lam (tanda-tanda yang menunjukkan wilayah). 

Ayat-ayat Al Qur'an tentang neraka dan surga cukup banyak, dan bisa membantu untuk merekontruksi alam akhirat. Sebenarnya bumi kita ini menjadi miniatur alam akhirat, dengan rincian permukaan bumi sebagai surga, isi perut bumi sebagai neraka, sedangkah padang mahsyar itu suatu lempeng yang mengambang di salah satu kutub alam akhirat. Alam akhirat dapat dibayangkan seperti bumi kita ini, yang bagian kutub utaranya diiris sebagai padang mahsyar, sehingga terjadilah lubang melingkar sebagai mulut neraka.  Untuk ke surga manusia harus dapat melintasi mulut neraka itu. 

Alam Akhirat tampak lebih mudah dibayangkan, oleh sebab itu manusia sudah seharusnya memantapkan iman memperbanyak amal agar kelak bisa melintasi mulut neraka.  Wallahu alam bishawab.