Jumat, 15 November 2013

Memangkas Mentalitas Korupsi



Memangkas mentalitas Korupsi

Oleh : H Mudjiono

Era reformasi selepas tumbangnya rezim Orde Baru.,  menjadi harapan rakyat Indonesia untuk menapaki kehidupan yang lebih demokrasi, lebih bebas menyatakan pendapat dan berekspresi. Keinginan sekelompok  orang untuk bebas berbicara itu memang menjadi kenyataan, seperti saat ini kita bebas mengkritik pejabat, bahkan melecehkan presiden bisa dilakukan orang yang tidak tahu persis duduk perkaranya. Kebebasan berbicara dan mengutarakan pendapat yang diklaim sebagai hak asasi mendapat dukungan media pers, baik cetak mau pun elektronik.

Keberhasilan berdemokrasi di Republik ini tidak serta merta mewujudkan  kesejahteraan rakyat.  Yang sudah menikmati hasil reformasi tentunya elit-elit politik yang berhasil duduk di badan legisltafif, eksekutif dan yudikatif yang seluruhnya mengatasnamakan kepentingan rakyat.  Biaya demokratisasi ini sangatlah besar, sehingga prioritas utama bukanlah untuk rakyat, namun lebih banyak untuk membentuk badan-badan adhoc , seperti terbentuknya berbagai Komisi Pengawasan untuk berbagai lembaga Negara. Ini menunjukkan sudah tidak ada lagi kepercayaan kepada lembaga-lembaga Negara.  

Masalah kronis korupsi yang semula dinisbatkan pada Orde Baru, di era reformasi ternyata tidak juga berkurang.  Korupsi masih saja muncul, dan meluas di berbagai lembaga Negara dan swasta. Bisa jadi para mahasiswa yang menduduki gedung MPR pada tahun 1998  yang mengakibatkan lengsernya pak Harto, hari ini menyesal dan kecewa.  Sebagian dari mereka tentunya sudah ada yang menjadi pegawai negeri, pengusaha, kader partai, dan berbagai profesi lain.  Kini mereka berada dalam dunia nyata, yakni berkeluarga dan harus menghidupi anak isteri.  Pertanyaannya apakah mereka masih ingat pada dunia ide sewaktu menjadi mahasiswa. Ingatkah mereka pada cita-cita memberantas korupsi, dan  mendukung demokrasi untuk kesejahteraan rakyat. 

Para koruptor sejak zaman dulu sampai sekarang adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi. Maklumlah yang berpendidikan rendah  tak sempat menjadi pejabat atau public figure yang memiliki kesempatan untuk korupsi.  Dengan kata lain para koruptor ini dulunya juga mahasiswa dan mungkin pernah demo untuk memberantas korupsi.  Perubahan mentalitas dari anti korupsi menjadi pro korupsi ini patut menjadi  perhatian  kita, utamanya para pendidik, psikolog, ulama dan tokoh agama. 

Melihat fenomena lingkaran setan korupsi, tampaknya diperlukan pendidikan dan pengajaran sejak dini. Setiap orang tua, setiap keluarga perlu mawas diri apakah sudah mengarahkan anak-anaknya untuk anti korupsi.  Bisa jadi orang tua sering bicara bahwa hidup ini harus jujur, ingat pada Tuhan, namun ketika memasukkan anaknya ke sekolah favorit, ternyata menyogok petugas supaya dapat diterima.  Dewasa ini kita juga melihat anak-anak baru gede sudah  bersliweran mengendarai sepeda motor. Orang tua mereka bangga anaknya sudah bisa disuruh kemana-mana dengan naik motor, padahal belum cukup umur untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM)-C . Banyak penyimpangan yang dipertontonkan orang tua kepada anaknya, dan itu membentuk mentalitas sang anak menjadi tidak peka terhadap penyimpangan.   Berbagai kesalahan yang sudah dianggap biasa, menjadikan hati nurani menjadi tumpul, dan tidak malu melakukan penyimpangan di kemudian hari.  

Gaya hidup

Sebuah hadits yang menyatakan  kelemahan umat manusia salah satunya adalah : “Cinta Dunia dan takut mati”.  Orang atau masyarakat yang sudah sangat mencintai kehidupan dunia yang serba instan sudah tentu sangat sulit diajak berjuang yang berisiko kematian.  Orang-orang semacam ini  akan lemah dalam membela kebenaran, agama maupun Negara, karena takut kehilangan segala kenikmatan dunia.
Dunia adalah segala hal yang dekat, yang memang harus dimiliki setiap orang dalam batas-batas tertentu.  Batasan inilah yang sangat sulit ditentukan dan sangat relative, karena sangat bergantung pada gaya hidup setiap orang atau keluarga.  Kebutuhan makan seseorang untuk sekedar mempertahankan hidup agar mampu beribadah tidaklah banyak.  Namun bagi seorang pengusaha atau pejabat yang sering melakukan lobby bisnis, untuk sekali makan membutuhkan jutaan rupiah. 

Gaya hidup masyarakat modern, sudah tentu harus memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya.  Dengan pendidikan tinggi diharapkan anak-anaknya memperoleh kehidupan yang lebih baik di kemudian hari. Cita-cita tersebut sangat mulia, namun ketika gaya hidup tersebut tidak sesuai dengan kemampuan, maka orang tua tersebut menempuh berbagai cara untuk mendapatkan biaya.  Korupsi menjadi cara mudah  bagi  orang tua tersebut demi masa depan anaknya.

Di zaman modern ini daya tarik kehidupan dunia sangatlah dahsyat, oleh sebab itu setiap keluarga wajib menentukan standard kebutuhan  yang sesuai dengan kemampuan.  Biar pun pemerintah mengembar-gemborkan pentingnya pendidikan tinggi, kalau tidak mampu cukuplah mentargetkan anak-anak lulus SMU atau SMK, yang ada harapan mendapat subsidi dari pemerintah.  Dalam hal menentukan gaya hidup, setiap keluarga memerlukan visi dan misi yang universal, yang dapat dijangkau  oleh setiap orang dan itu  menjadi ranah agama. 

Visi dari orang yang beragama adalah manusia yang bahagia di dunia dan akhirat, yang dicapai melalui misi beriman dan beramal saleh. Untuk bahagia di dunia dianjurkan hidup secukupnya, tidak berlebihan melalui usaha sesuai dengan kemampuan.  Kalaulah kita mampu makan berlauk daging setiap hari, seyogianya cukupkanlah makan daging seminggu sekali, sehingga memiliki kelebihan untuk ditabung dan disedekahkan.  Membangun rumah tinggal juga jangan berlebihan, karena toh tidak selamanya ditempati.  Kebutuhan sekunder , tertier sebaiknya dikelola dengan baik, yang penting fungsi utama tercapai, dan tidak menimbulkan rasa ria dan sombong. 

Visi dan misi universal yang sederhana dan jauh dari hedonisme sebaiknya ditanamkan pada setiap anak secara dini. Menjadi tugas para ahli pendidikan untuk menciptakan metodelogi yang tepat, sehingga dapat menciptakan mental yang kuat, cinta kebenaran dan anti kemungkaran.  Mudah-mudahan dengan cara ini kita dapat memangkas mentalitas korupsi  yang menggerogoti sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.  (***)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar