Minggu, 06 November 2016

Kesehatan

Wabah Besar di Eropa

Adalah suatu kenyataan bahwa bangsa-bangsa  Eropa  sampai saat ini masih tergolong sebagai negara maju dan masih memimpin di bidang sains dan teknologi modern.  Indikasinya dapat dilihat dari tata kotanya yang teratur, tingkat kesehatan penduduknya yang tinggi, lingkungannya yang bersih  dan indicator ekonomi lainnya yang relative baik.  Namun kemajuan Eropa utamanya di bidang kesehatan tidak diperoleh secara instan, tetapi melalui traumatic peristiwa-peristiwa wabah yang mengerikan.

Keganasan pasukan berkuda bangsa Mongol pernah dirasakan bangsa-bangsa Eropa, baik secara langsung maupun tidak langsung.  Bangsa Rusia, Eropa Timur merasakan serangan dan gangguan  pasukan Mongol sejak tahun 1241 hingga akhir abad ke 14. Pada tahun 1343 terjadi peristiwa tragis di semenanjung Krim tepatnya di kota Caffa.  Para pedagang dari Genoa, Venesia  dan Eropa Barat lainnya terkurung di dalam tembok kota Caffa yang dikepung tentara Mongol atau Tartar.
Sampai tiga tahun pengepungan tentara Tartar tidak berhasil masuk kota, sampai pada suatu hari pasukan Tartar tidak lagi melempari batu namun melemparkan mayat-mayat mereka sendiri yang meninggal karena penyakit pes.  Pasukan Tartar itupun habis, namun mereka telah mencetuskan perang biologi dengan menyebarkan penyakit pes kepada seluruh penduduk kota Caffa, termasuk para pedagang Eropa Barat.

Orang-orang Genoa dan Venesia yang masih hidup segera berlayar meninggalkan kota Caffa dan banyak yang meninggal di kapal.  Sisa mereka sampai di Konstantinopel, Genoa dan Venesia, dan sudah tentu langsung menularkan penyakit pes kepada keluarga dan orang-orang dekatnya.  Dari pelabuhan-pelabuhan di Italia ini penyakit pes menyebar ke seluruh pelabuhan laut Tengah, hingga sampai ke Prancis, Spanyol dan Inggris.  Tidak ada satu desa pun yang tidak dilanda wabah pes, hingga menelan korban tidak kurang dari 25 juga orang selama delapan tahun.

Ada naskah mengharukan yang ditulis rahib Irlandia, bernama John Clyn yang menggambarkan kepedihan dan keputusasaan.  Dia menulis : “Penyakit pes itu, menghabiskan penghuni desa, kota besar, kota kecil, serta istana, sehingga hampir tak ada lagi  orang yang berdiam di sana.  Siapa pun yang menyentuh orang sakit atau orang mati segera ketularan penyakit dan meninggal.  Baik orang bertobat maupun Imam gereja yang mendengar pengakuannya diangkat bersama ke kuburan.  Banyak yang meninggal karena bisul dan luka, yang lain karena kesakitan hebat di kepala dan yang lain muntah darah. Saya, yang menantikan kedatangan maut, mencatat semua kejadian ini…………..” Sampai di sini rupanya penulis meninggal dunia.

Selama tigaratus tahun kemudian wabah pes tetap menghantui Eropa, dan terulang kembali pada 1665 yang melanda Inggis. Di London daftar kematian mingguan mencapai lebih dari 30.000 orang.  Diceriterakan dokter-dokter berhenti mengunjungi rumah penderita pes karena perasaan takut dan putus asa.  Anehnya musim gugur 1666 penyakit pes mulai menghilang dari London dan tahun 1720 penyakit pes dianggap lenyap dari Eropa Barat. Penyakit infeksi lainnya yang mengancam Eropa adalah kolera seperti yang terjadi pada tahun 1848 penyakit berasal dari India, menyebar ke Eropa dan benua Amerika yang dibawa para imigran. Selain pes dan kolera , penyakit cacar yang cukup banyak menelan korban.

Vaksinasi cacar yang diketemukan Edward Jenner pada tahun 1796 di Inggris, terinspirasi pencegahan cacar yang sudah dilakukan di Turki, yakni dengan meneteskan nanah cacar ke dalam luka sayatan kecil di tubuh manusia. Ketika itu pada tahun 1716, Lady Mary Montagu, istri Duta Besar Inggris di Turki mengirim surat kepada kawan-kawannya di Inggris tentang cara pencegahan cacar di Turki.  Sedikit berspekulasi Edward Jenner memindahkan cacar sapi dari luka di tangan gadis pemerah susu ke lengan anak lelaki dengan cara menggoreskan pada kulit. Terbukti dua bulan kemudian anak lelaki tersebut ternyata kebal cacar.  Sebutan vaksinasi ini diambil dari kata latin vacca yang berarti sapi, karena menggunakan virus-virus aktif dari cacar sapi yang dianggap lebih ringan dari cacar pada manusia. Penemuan vaksinasi cacar ini tidak serta merta digunakan secara massal, pasalnya para ilmuwan Inggis menyatakan metoda yang dilakukan Edward Jenner tidak memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yang sudah disepakati.

Imunisasi buatan dengan vaksinasi ini menjadi mendunia berkat percobaan Louis Pasteur dari Prancis, yang tak kenal lelah sehingga tahun 1885 menemukan vaksin Rabies.  Berbeda dengan Edward Jenner, Louis Pasteur mencoba dahulu vaksinnya kepada binatang berulang kali dan selalu berhasil.  Pada tahun itu pula seorang anak bernama Joseph Meister yang digigit anjing gila beberapa kali di bawa ke Louis Pasteur.  Dengan berat hati anak tersebut diberikan vaksin rabies, karena para dokter pada waktu itu masih belum yakin dan bahkan memvonis Meister akan meninggal satu bulan lagi.  Tetapi vonis itu salah dan Joseph Meister hidup sampai tahun 1940.
Dengan keberhasilan ini imunisasi buatan dengan vaksinasi dinyatakan legal, dan mendorong penemuan vaksin vaksin penyakit infeksi lainnya.  Sejak memasuki abad ke 20 wabah-wabah besar tidak ada lagi, hanya bersifat endemic.  Indonesia termasuk berhasil dalam program vaksinasi anak, sehingga angka kematian anak semakin menurun. Sayangnya baru-baru ini dinodai dengan adanya vaksin palsu.  Mudah-mudahan kasus ini cepat diatasi dan ke depan pengawasan lebih diperketat lagi.  (***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar